Mahasiswa UB: Edukasi Warga Desa Arjowilangun Mengenai Pemanfaatan Remitansi

Arjowilangun, Malang – Desa Arjowilangun di Kecamatan Kalipare menjadi salah satu pusat perhatian mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) dalam rangka penelitian lapangan mengenai dinamika keluarga migran. Melalui metode wawancara mendalam, pada hari Kamis tepatnya 29 Mei 2025, para mahasiswa berhasil mengungkap berbagai sisi kehidupan keluarga migran, mulai dari motivasi, dampak ekonomi termasuk pengelolaan remitansi, hingga berbagai tantangan yang dihadapi oleh keluarga yang ditinggalkan hingga para pemigran yang telah kembali.
Penelitian lapangan ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka migrasi tenaga kerja ke luar negeri dari desa Arjowilangun. Data tahun 2024 menunjukkan terdapat 410 TKI aktif dan 1.147 TKI purna, dengan mayoritas migran adalah perempuan menjadikan alasan mengapa mahasiswa FISIP UB memilih lokasi ini. Sesuai dengan data yang dilaporkan oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jika jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) pada sepanjang tahun 2023 sebanyak 274.965 orang. Dari jumlah tersebut PMI asal Jawa Timur telah mendominasi sebanyak 24,75% atau sekitar 68.069 orang.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja (P2TK) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur, Sumali menyatakan jika di Jawa Timur sendiri, Ponorogo menjadi daerah penyumbang PMI tertinggi asal Jawa Timur, yakni 21.814 orang yang kemudian diikuti Blitar 20.545 orang, dan Kabupaten Malang sebanyak 19.750 orang. Kecamatan Kalipare salah satunya di Desa Arjowilangun di Malang yang dikenal sebagai salah salah satu kantong pekerja migran di Kabupaten Malang, memiliki mayoritas migran perempuan yang bekerja sebagai TKW di negara-negara Asia Timur seperti Hongkong, Taiwan, dan Korea Selatan.
Wawancara yang dilakukan dengan keluarga migran maupun TKI purna, sebagian besar menyebutkan jika motif ekonomi sebagai alasan utama bermigrasi. Meningkatkan kesejahteraan keluarga serta untuk membiayai pendidikan anak-anak menjadi alasan utama mereka, dan uang remitansi yang dikirimkan inilah yang menjadi sumber pendapatan mereka. Salah satu narasumber berkata “Kalau misalkan kerja disini itu kurang memungkinkan. Tahu lah sekarang indonesia seperti apa, susah nyari kerja. Sedangkan kalau mau menguliahkan 2 anaknya bakalan susah kalau kerja di sini jadi mumpung orang tua saya bisa, umurnya juga belum terlalu terlambat jadi berangkat nyari kerja disana”
Desa Arjowilangun memiliki potensi besar dari remitansi yang masuk. Pengelolaan remitansi yang baik dan benar dapat mendorong pertumbuhan usaha atau kewirausahaan di desa. Pengelolaan remitansi ini meliputi 50% untuk kebutuhan seperti kebutuhan pokok dan sehari-hari, lalu 30% untuk tujuan keuangan seperti investasi dan tabungan dan 20% dapat digunakan untuk keinginan atau lifestyle. Hal ini penting untuk dilakukan agar keluarga migran tidak bergantung secara berlebihan pada remitansi dan dapat mandiri ketika pekerja migran kembali ke desa.
Mahasiswa FISIP UB yang melakukan wawancara menyadari bahwa banyak program mengenai remitansi yang dilaksanakan di desa mereka. Namun, program-program tersebut kurang efektif. Oleh karena itu, mahasiswa berusaha untuk menghadirkan program yang bisa memberikan edukasi kepada PMI di Desa Arjowilangun. Mahasiswa juga berharap hasil penelitian serta wawancara ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah desa dan lembaga terkait untuk meningkatkan program pemberdayaan, khususnya dalam pengelolaan remitansi agar lebih produktif dan berkelanjutan. Pengelolaan remitansi yang baik dapat menjadi kunci untuk mengoptimalkan manfaat migrasi, mendukung kewirausahaan, dan memperkuat ketahanan keluarga.



Komentar baru terbit setelah disetujui Admin